Ngobrol Bersama Ibu Penggugat UU Narkotika agar Ganja Medis Legal di Indonesia. (BERITA RADIO)


Sumber : https://www.vice.com/id/article/k7848m/profil-dwi-pertiwi-penggugat-uu-narkotika-di-mahkamah-konstitusi-agar-ganja-medis-legal-di-indonesia     

DWI PERTIWI DI KEDIAMANNYA DI YOGYAKARTA. FOTO OLEH IKHWAN HASTANTO/VICE INDONESIA

Dwi Pertiwi menuntut legalisasi mariyuana medis ke M-K agar anaknya yang lumpuh otak bisa terapi// Sang putra meninggal saat persidangan masih berjalan/ tapi ia memutuskan jalan terus// Musa Ibn Hassan Pedersen adalah satu-satunya alasan untuk semua keputusan hidup Dwi Pertiwi// Tiga bulan setelah melahirkan Musa pada 2004/ Dwi dihantam kabar mengejutkan// Dokter menyatakan Musa menunjukkan tanda-tanda meningitis, atau infeksi selaput otak// Infeksi ini memicu kondisi lanjutan bernama cerebral palsy atau lumpuh otak/ yakni kelainan pada saraf dan otot yang mengganggu kemampuan motorik pengidapnya///

Di Indonesia, dari setiap 1.000 bayi yang dilahirkan, sembilan di antaranya berpeluang mengidap cerebral palsy// Dwi paham benar sedang berada di kelompok statistik yang mana/ Ia harus menerima tak bisa membesarkan Musa sebagaimana 991 ibu lainnya// Dwi menyambut tantangan hidup tersebut dengan pelukan tererat// Ia bertekad agar Musa tumbuh dalam lingkungan terbaik yang ia bisa berikan sebagai orang tua tunggal// Dwi merintis usaha karena sadar biaya pengobatan dan terapi anaknya jauh dari kata murah/ Ia pindah dari Surabaya/ kota asalnya/ ke Yogyakarta dengan harapan Musa mendapat akses kesehatan lebih baik// Dwi bahkan mendirikan klinik kesehatan sendiri untuk Musa// lembaga yang nantinya turut membantu anak-anak penderita cerebral palsy lain agar mendapat akses terapi dengan harga terjangkau// Musa adalah satu-satunya alasan untuk semua keputusan hidup Dwi///

Perkenalan Dwi dengan terapi ganja medis terjadi pada 2015// Mencari alternatif perawatan Musa/ Dwi melihat di YouTube bagaimana terapi ganja berhasil menghentikan kejang-kejang seorang anak pengidap epilepsy langka dravet syndrome bernama Charlotte Figi// “Kejangnya benar-benar berhenti/ sama sekali berhenti// Di situ aku mulai ngulik apa sih ganja itu/ apa sih [kandungan] di dalamnya yang bagus untuk otak/” kata Dwi saat VICE temui di kediamannya di Yogyakarta// Untuk lebih memahami konteks: menghentikan kejang adalah tindakan krusial bagi para pengidap cerebral palsy// Dalam setiap terapi/ anak cerebral palsy rutin diajarkan dan dilatih untuk menggerakkan anggota badan sebagaimana mestinya// Namun/ setiap kemajuan yang sudah dihasilkan akan lenyap begitu saja apabila anak mendadak mengalami kejang/ membuat terapi harus dimulai dari nol lagi// Anak yang awalnya sudah bisa duduk sambil bepegangan akan balik lagi seperti bayi/ kembali belajar merangkak atau berguling kiri-kanan///

Bisa dibayangkan/ betapa besarnya harapan Dwi ketika mendapati informasi terapi mariyuana medis// Hilangnya kejang akan membinasakan satu-satunya halangan Musa berkembang// Di kuartal terakhir 2016/ Dwi membawa Musa ke Victoria/ salah satu negara bagian Australia/ awalnya karena urusan pekerjaan// Kebetulan/ pada tahun yang sama pemerintah setempat melegalkan ganja untuk keperluan medis// Dwi lantas mendapati seorang teman yang melakukan terapi ganja isap meringankan kanker paru-paru yang dideritanya// Berbekal pengetahuannya setelah mengulik isu ini, ia langsung mengambil kesempatan// “Aku minta [ganjanya dia]/ aku bikin kayak dupa// Aku bakar di kamarnya Musa sebelum dia tidur// Begitu kamarnya penuh asap/ baru dia masuk// Dia kemudian menjadi tenang/ tenang/ lalu tertidur/” cerita Dwi// “Hampir dua bulan kami di sana/ setiap hari kukasih [terapi asap ganja] sebelum tidur// Kejangnya berhenti/ enggak ada sama sekali// Harapan muncul/ ternyata bagus untuk anakku// Dia lebih aware/ diajak ngomong dan dipanggil itu mulai cari-cari [arah suara dari mana]/ meskipun masih bingung ada di sebelah mana///”

Harapan terbentur dinding setelah Dwi harus pulang ke tanah air pada akhir 2016// Kegelisahan muncul karena kepulangan berarti terapi ganja medis untuk Musa mesti dihentikan// Di Indonesia/ pemerintah melarang penggunaan ganja untuk keperluan medis sekalipun lewat U-U 35/2009 tentang Narkotika// Apa mau dikata/ Dwi harus kembali pada terapi dan konsumsi obat-obatan yang sudah ia lakukan sebelum berangkat ke Australia// “Kalau obat modern itu namanya Depakene [salah satu merek dagang produk asam valproate]/ sama satu lagi asam valproate// Tapi/ semakin besar anak/ semakin besar pula kebutuhannya dan ada efek sampingnya: gusi bengkak/ bibir pecah-pecah/ pendarahan di mulut/” tutur Dwi// Apa yang ditakutkan Dwi benar terjadi// Tiga bulan sejak lepas dari terapi ganja medis di Australia/ Musa kembali kejang// Mulanya kejang sebulan sekali/ lantas lebih sering menjadi seminggu sekali// Kemajuan terapi sebelumnya harus diulang dari awal// Berkali-kali// Bertahun-tahun///

Sampai akhirnya pada November 2020/ Dwi memutuskan meminta paksa hak atas akses kesehatan anaknya yang selama ini direnggut negara lewat U-U Narkotika/ Bersama Santi dan Novia/ dua ibu yang anaknya juga mengidap cerebral palsy/ Dwi mengajukan uji materi U-U Narkotika ke Mahkamah Konstitusi// Ketiganya meminta MK membatalkan pasal yang membuat ganja medis tak bisa diakses masyarakat yang membutuhkan// Kuasa hukum Dwi-Santi-Novia/ Ma’ruf Bajammal/ menjelaskan gugatan tersebut dilandasi tiga hal// Pertama/ bahwa pelarangan narkotika golongan I (yang ganja masuk dalam golongan ini) untuk pelayanan kesehatan tidak sejalan dengan hak warga negara yang dijamin dalam U-U-D 1945 Pasal 28H ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak sehat// Kedua/ pelaksanaan U-U Narkotika bertentangan dengan semangat pembentukan U-U yang melegitimasi narkotika untuk berkontribusi pada pelayanan kesehatan// Ketiga/ sudah ada contoh legalisasi ganja medis dalam bentuk minyak C-B-D di 40 negara lain/ seperti Denmark/ Belanda/ Jerman/ Amerika Serikat/ dan Thailand///

Di Amerika Serikat/ B-P-O-M setempat/ U-S Food and Drug Administration/ juga telah menyatakan senyawa kimia pada tanaman ganja bernama cannabidiol (C-B-D) adalah alternatif pengobatan baru// Sebab, komponen ini tidak menyebabkan pemakainya berhalusinasi maupun ketergantungan// Dwi/ Santi/ dan Novia menjelma jadi garda terdepan isu legalisasi ganja medis begitu gugatan tersebut terekspose media// Ketiganya banjir dukungan karena merekalah yang pertama kali mempertanyakan di pengadilan alasan negara mengabaikan berbagai temuan ilmu pengetahuan bahwa ganja sudah terbukti menyelamatkan nyawa// Tapi bukan cuma dukungan/ Dwi juga menerima cibiran “mendukung barang haram”// Ia tak peduli/ menyelamatkan Musa lebih penting///

Ujian terbesar itu lalu dating// Musa meninggal dunia pada Desember 2020/ sepuluh hari setelah sidang perdana gugatan untuk memperjuangkan hak hidup sehat bagi bocah lelaki itu// Kematian Musa membuat Dwi semakin kukuh pada gugatannya// "Enggak [ingin mundur]// Malah marah dan maju/" kata Dwi/ "Musa could have been saved if they were not too blind and ignoran//." Empat bulan setelah Musa tiada/ kuasa hukum penggugat sekaligus Direktur Institute for Criminal and Justice Reform Erasmus Napitupulu meminta majelis hakim tetap melanjutkan persidangan///

“Banyak [Musa-Musa yang lain]// Di Jogja aja ada lima ribu lebih/” kata Dwi/ tentang alasannya terus berjuang meski bila berhasil Musa tak akan merasakannya// “Aku sudah mengalaminya/ gimana seorang ibu yang tidur aja enggak bisa tenang karena takut anaknya kejang// Setiap kali anak kejang/ kami [ibu dengan anak cerebral palsy] jadi waswas// ‘Waduh/ reset lagi nih//’ Itu sudah enam belas tahun umurnya Musa/ aku setiap hari seperti itu hidupnya//” Keluarga dengan anak cerebral palsy sedianya mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp250 ribu per bulan// Tapi insentif segitu cuma 1/30 ongkos pengobatan// Rinciannya: biaya satu kali terapi biasanya Rp200-250 ribu/ idealnya dilakukan setiap hari// Sedangkan obat-obatan dalam sebulan menghabiskan Rp1,5 juta// Obat-obatan tak bisa disetop karena membuat kejang makin parah// “Perjuangan kami ini supaya anak mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik// Kami cuma minta dukungan pemerintah// Kalau pemerintah enggak mau dukung ya enggak apa-apa/ tapi usaha kami jangan di-block dong/” katanya///

Saat artikel ini ditulis/ Dwi dan tim kuasa hukumnya sedang mempersiapkan saksi ahli untuk sidang 12 Oktober mendatang// Saat saya tanyai prediksinya soal hasil sidang kelak/ Dwi menjawab tegas/ “Legal sih// Legal//” “Kalau enggak legal/ bakal malu mereka [pemerintah]// Thailand aja udah legal/ kemudian negara yang sangat membenci narkoba dengan hukuman mati seperti Malaysia sudah proses menuju legal/ Respons dari semua hakimnya juga antusias/ menanyakan hal-hal yang spot on kepada kami// Meskipun nanti setelah itu [M-K membatalkan pasal larangan ganja medis]/ [proses revisi] U-U-nya akan butuh waktu agak lama/ tapi yang penting diketok dulu lah//” Dwi sontak tertawa saat saya bilang apa yang ia lakukan sekarang persis cerita-cerita lahirnya para superhero// Mengawali gugatan untuk menyelamatkan anaknya sendiri/ Dwi tetap melanjutkan perjuangannya meski Musa tak ada/ agar anak-anak lumpuh otak lain tidak mengalami apa yang Musa alami: kehilangan kesempatan meraih kesehatan///

Klinik yang ia buat untuk terapi Musa kini telah dibuka untuk umum// “[Bikin klinik] supaya teman-teman Musa mendapatkan terapi yang bagus/ yang affordable// Karena mahal banget [harga terapi] dan itu enggak di-support sama pemerintah kan// Terapi harusnya tiap hari// Tapi/ enggak semua orang bisa bayar tiap hari Rp200 ribu untuk terapi// Akhirnya/ kalau di klinikku/ orang tuanya kami latih supaya bisa terapi di rumah/” kata perempuan 46 tahun itu// Dwi juga punya misi mendirikan sekolah khusus untuk anak-anak cerebral palsy di kliniknya// Tapi sebelum sampai ke sana/ pelegalan cara meredakan kejang para anak lumpuh otak/ salah satunya lewat terapi ganja medis/ harus selesai dulu// Ada raut penyesalan di wajah Dwi saat saya menyinggung keputusannya pulang ke Indonesia// Bukankah di Australia Musa sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan?///

“Itulah bodohnya aku ya/” jawab Dwi. Ia bercerita/ kondisi saat itu membuatnya serbasalah// Setidaknya ada 5 ribu petani/ kebanyakan kepala keluarga/ menggantungkan hidup kepada Dwi// Dari 5 ribu orang itu/ mereka punya anak dan beberapa ada yang seperti Musa// Saat itu Dwi merasa harus pulang ke Indonesia untuk bersama dengan petani secara langsung// Opsi bekerja jarak jauh tak terlintas di kepalanya// Ia tampak masih dihantui keputusan tersebut// “Ini yang bikin aku merasa bersalah sama Musa// Aku mendirikan perusahaan itu untuk Musa/ tapi Musa malah enggak dapat perhatian secara penuh// Tapi/ kalau aku enggak kerja/ dia enggak dapat benefit-nya/ enggak akan mendapatkan terapi atau obat-obatan yang mahal-mahal itu/” cerita Dwi// Kini/ gugatan U-U Narkotika ke M-K menjadi salah satu penebusan Dwi untuk Musa// Ia meyakini itu// “Aku yakin dia ikhlas karena [perjuangan ini membuat] teman-temannya bisa menjadi lebih baik//”///

NAMA : MUHAMMAD RAHMANDHITO WIRATAMA

KELAS : 2BA01

NPM : 22029040

SUMBER : VICE INDONESIA        

Comments

Popular Posts